“Banyak jalan menuju Roma”. Begitulah klaim sebagian besar kalangan yang
enggan berkunjung ke gedung LBM (Lajnah Bahtsul Masa’il) – semacam lembaga
kajian ilmiah di Pondok Pesantren Lirboyo, yang difasilitasi dan dilengkapi
dengan perpustakaan yang berkoleksikan ratusan literatur klasik dan
kontemporer, enggan mengikuti musyawaroh, dan juga enggan mengikuti forum-forum
ilmiah lain. Mereka bertendensi bahwa jalan menjadi orang sukses, jalan mendapatkan
kemuliaan serta kehormatan tidak hanya dengan mempeng, alias rajin belajar.
Memang benar demikian, namun, setidaknya ada satu pertanyaan yang perlu
dijawab dan menjadi bahan kajian ulang bagi kalangan yang berpedoman dengan hal
di atas. Apakah ada suatu hal yang dapat menjamin seseorang untuk menjadi orang
yang sukses, orang yang besar serta mulia?
Saya kira, sebagai kalangan religius yang hidup di kalangan pesantren,
Anda pasti sudah mengetahui bahwa tidak ada satupun hal yang dapat menjamin kesuksesan
seseorang, juga kehormatan dan juga kekayaannya. Bahkan, dengan mempeng sekalipun, tidak ada jaminan bagi seseorang
untuk sukses. Begitupula, dengan berbagai bentuk riyadloh yang lain. Karena, memang pada kenyataannya, semua hal di
atas, yakni kekayaan, kesuksesan, kehormatan adalah perkara yang jawazul wujud, yang tidak terikat dengan
apapun kecuali dengan anugerah dari Allah swt. Ditambah lagi, tidak ada satupun
hal di dunia ini yang bisa memaksa-Nya untuk memberikan anugerah tersebut,
termasuk berbagai usaha yang kita lakukan. Bahkan, justru kemustahilan bagi
Allah swt. untuk bersifat terpaksa, seperti yang dijabarkan dalam berbagai
kitab tauhid, mulai dari aqidatul awwam,
khoridatul bahiyyah, kifayatul awwam, dan lain sebagainya.
Lalu, jika memang demikian, untuk apa kita mempeng, rajin belajar, rajin riyadloh,
wiridan dan lain sebagainya? Toh, kemuliaan dan kehormatan kita juga telah
ditentukan oleh Allah swt. Apa sebenarnya motif kita?
Pertanyaa tersebut cukup menarik. Memang demikian adanya. Namun, untuk
menyelaraskan pemikiran dan pemahaman ini, kita perlu bercermin lagi, siapa
diri kita? Dan apa hakikat dari esensi ini?
Jika kita telah menyadari siapa sebenarnya diri kita ini, dan apa tujuan
penciptaan kita, semua keisykalan tersebut
akan terjawab. Hakikat manusia pada dasarnya hanyalah seorang hamba, dan tentu
saja, tujuan seorang hamba diciptakan adalah untuk melakukan penghambaan secara
total, dengan menjalankan semua perintah Tuhannya, yang dalam hal ini adalah
Allah swt. dan juga sekaligus meninggalkan larangan-Nya. Berikut ini adalah
kutipan Firman Allah swt. pada QS. Adz-Dzariyat ayat 56, yang menjadi dasar
dari konsep tersebut:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونَ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Kemudian, ijinkan saya mengajukan satu pertanyaan lagi. Ingatkah Anda
pada Hadits Rosululloh saw. yang kurang lebih berbunyi:
طلب العلم فريضة
على كل مسلم
“Mencari ilmu itu difardlukan bagi
tiap-tiap orang muslim”
Hadits di atas, secara implicit mengindikasikan bahwa salah satu perintah
Allah swt. yang disampaikan melalui Rosululloh saw. adalah mencari ilmu atau
belajar, yang juga secara otomatis juga perintah menjalankan kaifiyyah belajar dengan benar.
Terlebih lagi, banyak hadits yang disampaikan oleh Rosululloh saw. yang
berisi tentang anjuran – jika tidak boleh dikatakan sebagai perintah, untuk
bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan belajar, alias mempeng.
Salah seorang mustahiq (gelar pengajar di Pondok Pesantren Lirboyo) saya,
pernah memberikan nasihat “kewajibanku
ning kene mung nerangke, kewajibanmu ngrungokne, urusan paham karo ora kui
kersane Allah, sopo maneh sing iso ngekeki faham liyane Allah? (kewajiban
saya di sini hanya menjelaskan, kewajiban kalian adalah mendengarkannya, untuk
masalah faham dan tidaknya, itu adalah kehendak Allah, memang siapa lagi yang
dapat member kefahaman selain Allah?)”.
Dari nasihat tersebut, saya mengombinasikannya dengan beberapa uraian
sebelumnya. Bahwa, mempeng adalah kewajiban dan tuntutan yang dibebankan
pada kita sebagai hamba Allah swt., sehingga, implikasinya, adalah keharusan
untuk mempeng,tidak ada pilihan dan
alas an untuk menghindarinya.
Jadi, kita dapat menarik kesimpulan, bahwa mempeng bukanlah pilihan, namun sebuah kewajiban. Masihkah Anda
tidak mau untuk mempeng? Dan tetap
menganggap mempeng adalah pilihan?
0 Response to "Mempeng Itu Bukan Pilihan"
Post a Comment