Good Bye Masa Lalu (Part 4)



29 Oktober 2015
Seiring berhgulirnya hari, aku pun semakin jauh dengan kehidupanku, dan kau juga semakin jauh dari kehidupanmu. Saat itu hanya ada kata “kita” yang kurasa cukup relevan. Kita berdua sudah jauh melangkah berdua. Akan sangat terasa aneh jika aku tertawa tanpamu, apalagi menertawakanmu. Padahal aku biasanya aku melakukannya pada setiap orang, tapi kau berbeda, entah apa yang membuatmu menjadi terasa begitu berbeda. Istimewa, mungkin itu sudah mendefinisikan segalanya.
Mungkin aku benar jika berpendapat bahwa aku semakin jauh dengan kehidupanku. Salah satu buktinya adalah aku semakin jarang berkumpul bersama sahabat dan teman-temanku. Hampir setiap waktu ku lewatkan beramamu. Hubunganku dengan mereka semakin renggang. Bahkan, yang lebih parah, hubunganku dengan saudara dan para sepupuku juga menadi berjalan tidak semulus dulu, sebelum kau datang. Tapi semua itu tak jadi masalah buatku saat itu. Karena bagiku kau bisa menggantikan posisi mereka semua, meski pada kenyataannya tidak demikian.
Dan yang aku tahu, saat itu mereka merindukanku yang dulu. Merindukan aku sebelum semua ini dimulai. Merindukan aku yang biasa tertawa bersama mereka, aku yang biasa duduk dan bercanda dengan mereka. Dalam beberapa momen, sebenarnya aku sangat merindukan mereka. Sangat. Aku berbohong jika aku mengatakan tidak rindu, meski di sisi lain aku berpikir bahwa kau bisa menggantikan posisi mereka. Tapi tetap saja, rasa rindu pada sahabat dan keluargaku tak bisa dipadamkan. Aku benar-benar merindukan keberadaan mereka di sisiku. Namun, keadaan tak lagi seperti dulu, aku bahkan saat itu telah lupa bagaimana cara untuk menghabiskan waktu bersama mereka. Jika ku ingat kembali memori itu, pasti air mataku akan meleleh dengan sendirinya, menyesal, sedih dan juga rindu yang teraduk dalam duka.
Hal yang tidak jauh berbeda kurasa juga terjadi padamu. Kurasa kita seri saat itu. Kau juga tidak memenangkan permainan itu. Kita sama-sama tenggelam dan hanyut. Karena pada saat itu, kita memang lebih sering berdua daripada bergumul dalam keramaian manusia. Kau dan aku semakin jarang berada di rumah. Karena pada saat itu ‘you’re my home, and i’m your home’. Jadi dimanapun kita berada dan bersama, maka itulah rumah kita, rumahku dan rumahmu. Aku bahkan tak lagi ingat, kapan kita tidak bersama saat itu, bahkan seringkali kita menghabiskan sepanjang malam hanya untuk membicarakan hal-hal tidak terlalu penting. Bercakap melalui videocall, atau telepon. Ya, yang kuingat hanya itu. Tak ada waktu untukmu, juga untukku, tapi untuk kita.
Bahkan, dalam kesendirianku di ruang yang sangat gelap, tanpa cahaya pelita, aku masih dapat merasakan kehadiranmu. Hingga dalam keadaan mata tertutup, aku akan kecewa jika kau meninggalkanku karena mengira aku tak mengetahuinya. Kau salah, kau benar-benar salah.
Entahlah, semua saat itu terasa begitu aneh dan berbeda. Aku tak bisa mendeskripsikan anomali suasana yang terjadi saat itu, apakah dunia berubah atau akukah yang berubah. Entahlah, hingga saat ini aku juga belum bisa menjawabnya. Dan mungkin tak akan pernah bisa. Apalagi, saat ini aku sudah tak ingin untuk mendeskripsikan semua itu. Tak ingin lagi, setidaknya dengan cara yang sama.
Darah semerah mawar
Persembahan, pengorbanan, atau,,
Entahlah, semua jalan terlihat gelap
Bahkan pelita indahmu justru menyilaukan
Mata kecil ini hanya mengatup
Meraba dengan tangan kecilnya
Kembali tergores dengan luka
Terkucur kembali
Darah semerah mawar

to be continued...

Related Posts:

0 Response to "Good Bye Masa Lalu (Part 4)"

Post a Comment