Kenapa Harus Nahwu?

Abad ke-13 adalah abad keemasan khazanah keilmuan islam. Banyak para cendekia islam yang sukses merumuskan dasar-dasar keilmuan modern dengan Islamic basic. Mayoritas ilmuwan dan cendekia islam tersebut membuahkan berbagai masterpiece berupa literatur-literatur klasik yang luar biasa.
Alfiyah Ibnu Malik, Salah satu kitab fenomenal ilmu nahwu
Ironisnya, masyarakat islam di abad modern ini justru terkesan tidak mampu mengembangkan serta mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dirumuskan oleh para pendahulu mereka. Apalagi, di abad ini pengembangan IPTEK justru dipegang oleh kaum zionis dan salibis yang pernah dikalahkan oleh umat islam pada abad 13.
Salah satu faktor yang menyebabkan mayoritas umat islam lemah dalam pengembangan konsep-konsep keilmuan yang telah dirumuskan oleh para ilmuwan islam adalah kurangnya penguasaan terhadap gramatika Bahasa Arab. Hal ini menjadi faktor penting karena kebanyakan literatur klasik yang ditulis oleh ilmuwan islam menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar. Sehingga, pemahaman terhadap gramatika Bahasa Arab menjadi suatu hal yang urgen untuk memahami konsep-konsep yang disampaikan dalam literatur tersebut.
Lebih jauh lagi, pemahaman serta penguasaan yang minim terhadap gramatika Bahasa Arab yang meliputi ilmu Nahwu, Shorof, Balaghoh, dan sejenisnya, juga akan menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan.
Salah satu hal vital yang akan terjadi ketika seseorang memiliki pemahaman yang minim terhadap gramatika Bahasa Arab adalah pemahaman yang keliru terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi sumber utama keilmuan di dunia. Yang kemudian akan bermuara pada berbagai hal buruk lain, baik segi moral ataupun material.
Hal tersebut sangat logis dan rasional. Jika dianalogikan, ilmu gramatika Bahasa Arab merupakan sebuah kunci dari pintu utama sebuah gedung besar yang merupakan khazanah keilmuan islam. Sehingga, seseorang yang ingin mengagumi keagungan khazanah keilmuan islam, seharusnya menguasai dan memahami kuncinya, yakni ilmu gramatika Bahasa Arab. Sedangkan seseorang yang ingin mengagumi dan menyelami keagungan serta keindahan keilmuan islam tanpa menguasai ilmu gramatika Bahasa Arab hanya akan mengeruhkan dan merusak citra keindahan khazanah keilmuan islam itu sendiri.
Argumen ini bukan tanpa dasar. Jika diproyeksikan pada gambaran yang lebih sederhana, seseorang yang memaksakan diri untuk memasuki sebuah gedung, padahal ia tidak tidak memiliki kunci, maka ia hanya akan tampak sebagai pencuri, dan usaha yang ia lakukan dapat dipastiakan akan merusak keindahan dan keutuhan gedung itu sendiri. Hal ini justru akan menampilkan citra yang buruk.
Pada porsi realita, hal ini sangat nampak dari berbagai aksi radikal yang mengatasnamakan agama islam. Kalangan radikal ini, mayoritas memahami khazanah keilmuan islam secara paksa dan mentah, tanpa mengikuti prosedur yang telah dirumuskan. Sehingga, pemahaman paksa tersebut justru merusak citra indah kahazanah keilmuan islam, dan menampakkan islam sebagai agama yang radikal, menakutkan dan berasas terorisme. Padahal, seharusnya islam tampil sebagai agama yang damai serta penuh rahmat, seperti yang diajarkan melalui Rosulullah saw. Namun, karena berawal dari pemahaman yang kurang terhadap ilmu gramatika Bahasa Arab, nilai-nilai indah islam dan khazanah keilmuannya yang seharusnya tampak dan mengisnpirasi justru semakin kabur dan seakan menebar terror yang berujung pada islamophobic.
Hal buruk ini akan terus menerus berlanjut dalam kehidupan selama tidak ada pembenahan yang bersifat prinsip serta mendasar. Dan entah, tidak bisa dibayangkan lagi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang jika hal ini tetap dibiarkan.
Dari uraian di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan sederhana. Yakni, pemahaman yang matang terhadap ilmu gramatika Bahasa Arab menjadi sebuah hal yang urgen yang perlu ditangani secara serius untuk menjaga keindahan, keaslian, orisinilitas serta kemurnian islam beserta khazanah keilmuannya. Dan menampakkan bahwa islam memang hadir sebagai rohmatan lil ‘alamin bukan sebagai pembawa teror.

Related Posts:

0 Response to "Kenapa Harus Nahwu?"

Post a Comment